Bab 1
DERITA KITA
DENGARKAN SUARA-SUARA BERIKUT:
DERITA KITA
DENGARKAN SUARA-SUARA BERIKUT:
"Aku terperangkap dalam rutinitas yang menjemukan!"
"Aku tak punya kehidupan. Tenagaku habis—capek sekali!"
"Tak seorang pun menghargaiku. Bosku tak tabu apa sesungguhnya
yang bisa kuperbuat!"
Aku merasa tak diperlukan—di tempat kerja, tidak; oleh anak-anakku
yang mulai remaja dan dewasa pun tidak; tak juga oleh tetangga dan
masyarakat sekitarku; bahkan tak juga oleh pasangan hidupku—kecuali
untuk membayar berbagai tagihan!"
Aku frustrasi dan loyo, tak bersemangat."
"Penghasilanku tak pernah cukup. Rasanya aku tidak pernah bergerak
maju!"
"Sepertinya aku memang tak bisa."
Aku merasa tak berarti; ada atau tidak, rasanya tak ada bedanya
bagi sekelilingku!"
Aku merasa hampa. Hidupku tidak bermakna; ada sesuatu yang hilang!"
Aku marah. Aku takut. Aku tak sanggup menanggung kehilangan
pekerjaanku!"
Aku kesepian."
"Aku merasa diburu-buru terus.'Semuanya serba mendesak."
"Duniaku terasa serba pengap; aku merasa terus didikte untuk perkara
ang remeh-temeh."
"Duniaku terasa serba pengap; aku merasa terus didikte untuk perkara
ang remeh-temeh."
'Aku muak dengan politik di kantor yang suka menikam dari belakang,
an menjilat-jilat."
'Aku bosan. Paling-paling aku hanya bisa melewatkan waktu. Kepuasan
ustru kutemukan di luar jam kerja."
"Aku dipacu untuk meraih target produksi. Tekanannya sungguh tak
erbayangkan. Aku sama sekali tak punya waktu dan sumber daya untuk
mencapainya."
"Dengan pasangan hidup yang tak bisa memahamiku, dan anak-anak
ang tidak mau mendengar dan menaatiku, rumah tidak lebih baik daripada
empat kerja."
Aku tak bisa mengubah keadaanku."
* * *
ITULAH SUARA ORANG-ORANG di tempat kerja maupun di
rumah mereka—yaitu suara berjuta-juta orangtua, pekerja, penyedia
jasa, manajer, kaum profesional, dan eksekutif di seluruh dunia,
yang berjuang untuk hidup dalam zaman baru ini. Deritanya bersifat
pribadi, dan amat mendalam. Mungkin beberapa ungkapan itu persis
seperti yang Anda alami sendiri. Sebagaimana pernah dikatakan
oleh Carl Rogers, "Sesuatu yang amat pribadi (biasanya) juga sangat
umum."
Tentu saja beberapa orang benar-benar terlibat, memberikan
sumbangan nyata, dan penuh semangat di tempat kerja mereka.. .
tetapi terlalu sedikit orang yang begitu. Saya sering bertanya kepada
banyak orang, "Seberapa banyak di antara Anda yang setuju bahwa
mayoritas orang di tempat kerja di dalam organisasi Anda memiliki
jauh lebih banyak bakat, kecerdasan, kemampuan, dan kreativitas
yang diperlukan, atau bahkan dimungkinkan, untuk menyelesaikan
tugas-tugas yang ada sekarang?" Mayoritas mengangkat tangan
mereka, dan ini berlaku pada banyak kelompok di seluruh dunia.
Kurang lebih persentase yang sama menyatakan bahwa mereka
mendapat tekanan luar biasa untuk menghasilkan lebih banyak,
demi imbalan yang lebih kecil. Coba pikirkan hal itu. Orang-orang
menghadapi ekspektasi baru yang lebih tinggi, untuk memproduksi
lebih banyak, demi imbalan yang semakin sedikit, dalam dunia
yang amat sangat kompleks, dan mereka tidak dimungkinkan untuk
memanfaatkan bakat dan kecerdasan mereka dalam porsi yang
signifikan.
mereka, dan ini berlaku pada banyak kelompok di seluruh dunia.
Kurang lebih persentase yang sama menyatakan bahwa mereka
mendapat tekanan luar biasa untuk menghasilkan lebih banyak,
demi imbalan yang lebih kecil. Coba pikirkan hal itu. Orang-orang
menghadapi ekspektasi baru yang lebih tinggi, untuk memproduksi
lebih banyak, demi imbalan yang semakin sedikit, dalam dunia
yang amat sangat kompleks, dan mereka tidak dimungkinkan untuk
memanfaatkan bakat dan kecerdasan mereka dalam porsi yang
signifikan.
Di dalam organisasi, derita seperti itu nyata sekali dalam ke-
tidakmampuan mereka untuk berfokus pada dan melaksanakan
prioritas-prioritas tertinggi mereka. Dengan memanfaatkan apa yang
kami sebut Kuesioner xQ (Execution Quotient, Kecerdasan
Pelaksanaan),* Harris Interactive, organisator jajak pendapat yang
dinamai Harris Poll, belum lama ini melakukan jajak pendapat
terhadap 23.000 penduduk Amerika, yang secara penuh waktu
bekerja di berbagai industri penting dan area fungsional penting.
Coba
simak sebagian kecil dari temuan mereka yang mencengangkan:
• Hanya 37 persen yang mengatakan bahwa mereka memiliki
pemahaman yang jelas mengenai apa yang sebenarnya hendak
dicapai oleh organisasi mereka, dan alasannya.
*Untuk lebih detail, lihat Lampiran 6.
*Industri penting yang dimaksudkan meliputi: jasa akomodasi dan makanan,
otomotif, perbankan/keuangan, komunikasi, pendidikan, pelayanan kesehatan,
militer, administrasi publik/pemerintah, perdagangan ritel, jasa teknologi, dan
telekomunikasi.
simak sebagian kecil dari temuan mereka yang mencengangkan:
• Hanya 37 persen yang mengatakan bahwa mereka memiliki
pemahaman yang jelas mengenai apa yang sebenarnya hendak
dicapai oleh organisasi mereka, dan alasannya.
*Untuk lebih detail, lihat Lampiran 6.
*Industri penting yang dimaksudkan meliputi: jasa akomodasi dan makanan,
otomotif, perbankan/keuangan, komunikasi, pendidikan, pelayanan kesehatan,
militer, administrasi publik/pemerintah, perdagangan ritel, jasa teknologi, dan
telekomunikasi.
Area fungsional penting meliputi: akuntansi, staf administrasi/sekretaris,
profesional pemasaran/promosi, eksekutif bisnis, spesialis komputer, administra-
tor pendidikan, profesional keuangan, profesional pemerintah, profesional pe-
layanan kesehatan, dan agen penjualan.
• Hanya 1 dari 5 yang merasa antusias mengenai tujuan tim dan
organisasi mereka.
• Hanya 1 dari 5 pekerja yang mengatakan bahwa mereka melihat
hubungan yang jelas antara tugas-tugas mereka dan tujuan tim
maupun organisasi mereka.
• Hanya setengah dari mereka yang merasa puas dengan pekerjaan
yang telah mereka selesaikan pada akhir minggu.
• Hanya 15 persen yang merasa bahwa organisasi mereka sepe-
nuhnya memungkinkan mereka untuk mengejar tujuan-tujuan
kunci.
• Hanya 15 persen yang merasa bahwa mereka bekerja dalam
suatu lingkungan dengan tingkat kepercayaan yang tinggi.
• Hanya 17 persen yang merasa bahwa organisasi mereka men-
dorong komunikasi terbuka yang menghormat i gagasan yang
berbeda, yang semuanya bermuara pada terciptanya gagasan-
gagasan yang baru dan lebih baik.
• Hanya 10 persen yang merasa bahwa organisasi mereka
memastikan bahwa orang-orangnya bertanggungjawab atas hasil
yang dicapai.
• Hanya 20 persen yang benar-benar mempercayai organisasi di
mana mereka bekerja.
• Hanya 13 persen yang memiliki hubungan kerja yang amat
kooperatif dan ditandai dengan tingkat kepercayaan yang tinggi
dengan kelompok atau departemen lain.
organisasi mereka.
• Hanya 1 dari 5 pekerja yang mengatakan bahwa mereka melihat
hubungan yang jelas antara tugas-tugas mereka dan tujuan tim
maupun organisasi mereka.
• Hanya setengah dari mereka yang merasa puas dengan pekerjaan
yang telah mereka selesaikan pada akhir minggu.
• Hanya 15 persen yang merasa bahwa organisasi mereka sepe-
nuhnya memungkinkan mereka untuk mengejar tujuan-tujuan
kunci.
• Hanya 15 persen yang merasa bahwa mereka bekerja dalam
suatu lingkungan dengan tingkat kepercayaan yang tinggi.
• Hanya 17 persen yang merasa bahwa organisasi mereka men-
dorong komunikasi terbuka yang menghormat i gagasan yang
berbeda, yang semuanya bermuara pada terciptanya gagasan-
gagasan yang baru dan lebih baik.
• Hanya 10 persen yang merasa bahwa organisasi mereka
memastikan bahwa orang-orangnya bertanggungjawab atas hasil
yang dicapai.
• Hanya 20 persen yang benar-benar mempercayai organisasi di
mana mereka bekerja.
• Hanya 13 persen yang memiliki hubungan kerja yang amat
kooperatif dan ditandai dengan tingkat kepercayaan yang tinggi
dengan kelompok atau departemen lain.
Andaikan sebuah tim sepakbola memiliki rata-rata angka seperti
itu, berarti hanya akan ada empat orang dari sebelas pemain di
lapangan yang mengetahui apa tujuan mereka ada di lapangan itu.
Hanya dua orang dari sebelas pemain tadi yang peduli. Hanya dua
dari sebelas pemain yang tahu posisi apa yang sedang mereka
mainkan, dan tahu dengan tepat apa yang harus mereka lakukan.
Artinya, kecuali dua orang tersebut, semuanya dengan cara masing-
masing justru sedang bertanding melawan tim mereka sendiri, dan
bukannya melawan lawan tanding mereka!
bukannya melawan lawan tanding mereka!
Data tersebut sungguh membuat ciut hati. Itu juga cocok dengan
pengalaman saya sendiri dengan orang-orang dalam bermacam
organisasi di seluruh dunia. Walaupun kita telah mencapai per-
kembangan yang luar biasa di bidang teknologi, inovasi produk,
dan pasar dunia, ternyata kebanyakan orang tidak mengalami per-
kembangan pribadi dalam organisasi di mana mereka bekerja. Di
tempat kerja itu mereka tidak merasa bergairah dan tidak mencapai
pemenuhan diri mereka. Mereka frustrasi. Bagi mereka, sama sekali
tidak jelas organisasi mereka mengarah ke mana, sedang mengejar
apa, dan apa pula prioritas-prioritas utamanya. Mereka macet, tak
bergerak ke mana-mana, dan bingung. Kebanyakan di antara mereka
juga tidak merasa bahwa mereka dapat berubah banyak. Anda bisa
bayangkan harga yang harus dibayar secara pribadi maupun oleh
organisasi, kalau mereka tidak bisa secara penuh mendayagunakan
semangat, bakat, dan kecerdasan angkatan kerjanya. Ongkos itu
akan jauh lebih besar daripada pajak, bunga-bunga tagihan, dan
biaya tenaga kerja dikumpulkan jadi satu!
KENAPA KEBIASAAN KE-8?
Dunia sudah amat berubah sejak The 7 Habits of Highly Effective
People diterbitkan pada tahun 1989. Tantangan dan kompleksitas
yang kita hadapi dalam kehidupan dan hubungan-hubungan pribadi,
dalam keluarga, dalam kehidupan profesional, dan dalam organisasi-
organisasi kita sungguh luar biasa besarnya. Pada kenyataannya,
banyak orang menandai 1989—tahun di mana kita menyaksikan
runtuhnya Tembok Berlin—sebagai awal Abad Informasi, lahirnya
realitas baru, lautan perubahan begitu banyak hal yang berarti.. .
sungguh suatu era baru.
Banyak orang yang bertanya apakah 7 Habits (7 Kebiasaan) masih
relevan dalam konteks realitas jaman baru saat ini. Jawaban saya
selalu sama: semakin besar perubahan dan semakin sulit tan-
7 Kebiasaan itu adalah tentang bagaimana menjadi sungguh efektif.
7 Kebiasaan itu menampilkan kerangka kerja yang komplet dari prinsip-
prinsip karakter dan efektivitas manusia yang universal dan abadi,
tak terikat oleh waktu tertentu.
Menjadi efektif sebagai individu dan organisasi bukan lagi me-
rupakan pilihan dalam dunia kita sekarang ini—sebaliknya, itu adalah
harga yang harus dibayar untuk masuk ke medan permainan. Kendati
demikian, untuk dapat bertahan hidup, bertumbuh, berinovasi,
menjadi unggul, dan terkemuka dalam realitas baru zaman kita ini
kita tidak hanya harus membangun efektivitas (effectiveness), tetapi
juga melampauinya. Panggilan dan kebutuhan era baru ini adalah
greatness—keagungan, kehebatan. Panggilan kita dan kebutuhan
untuk era bam ini adalah untuk mengejar pemenuhan diri (fulfill-
ment), pelaksanaan yang penuh semangat (passionate execution), dan
sumbangan yang bermakna (significant contribution). Itu semua berada
pada tataran atau dimensi yang berbeda. Itu berbeda dalam jenis, bukan
hanya berbeda dalam derajat—sebagaimana kebermaknaan (signifi-
cance) berbeda jenis dari keberhasilan (success), dan bukan hanya beda
dalam derajat.
Untuk menjangkau dan memanfaatkan tingkat
kejeniusan dan motivasi manusia yang lebih tinggi—sesuatu yang
bisa kita sebut Suara (yang dalam buku ini secara berganti-ganti
bisa bermakna Potensi Tertinggi, Panggilan, Panggilan Hidup, Suara
Kemerdekaan Jiwa, Arab Hidup Panggilan Jiwa)—menuntut
perangkat pikiran baru, keahlian baru, perangkat peralatan baru .. .
dan kebiasaan baru.
Karena itu, Kebiasaan ke-8 bukan sekadar merupakan penambahan
satu kebiasaan lagi terhadap 7 Kebiasaan yang sudah ada—yang
entah bagaimana telah terlupakan sebelumnya. Kebiasaan ke-8 adalah
tentang melihat dan memanfaatkan kekuatan dimensi ketiga dari 7
Kebiasaan yang bisa menjawab tantangan sentral dari Abad Pekerja
Pengetahuan (Knowledge Worker Age) yang baru. Kebiasaan ke-8 adalah
Menemukan Suara Panggilan Jiwa Anda dan Mengilhami Orang Lain
untuk Menemukan Suara Kemerdekaan Jiwa Mereka.
Kebiasaan ke-8 merupakan jalur setapak ke sisi realitas zaman
baru yang amat menjanjikan. Itu sama sekali berlawanan dengan
derita dan frustrasi yang telah saya gambarkan di depan. Pada
kenyataannya, itu adalah sebuah realitas abadi. Itu adalah suara jiwa
manusia—penuh dengan harapan dan kecerdasan, yang dari
kodratnya bersifat ulet, dan potensinya untuk memenuhi kepentingan
kemaslahatan bersama sungguh tak terbatas. Suara itu juga meliputi
jiwa organisasi-organisasi yang akan bertahan, berkembang dan secara
mendalam mempengaruhi masa depan dunia.
Suara adalah makna personal yang unik—kebermaknaan yang ter-
singkap ketika kita menghadapi tantangan-tantangan kita yang
terbesar, dan yang membuat kita sama besarnya dengan tantangan-
tantangan tersebut.
Sebagaimana digambarkan pada
, Makna Unik atau
Suara Panggilan Jiwa itu terletak pada bidang potong antara bakat
(talent, yaitu bakat dan kekuatan alamiah Anda), gairah hidup (pas-
sion, yaitu hal-hal yang secara alamiah membuat Anda bergairah/
bersemangat, memotivasi dan mengilhami Anda), kebutuhan (need,
yaitu apa saja yang dibutuhkan oleh orang-orang di sekitar Anda,
sehingga mereka bersedia membayar Anda), dan nurani (conscience,
yaitu suara batin kita yang lamat-lamat terdengar, yang menunjukkan
kepada kita apa yang benar dan mendorong kita untuk bertindak
sesuai dengannya). Bila Anda terlibat dalam suatu pekerjaan yang
mendayagunakan bakat Anda dan mengobarkan gairah hidup
Anda—yang muncul dari kebutuhan besar di dunia, sehingga Anda
merasa terdorong oleh nurani Anda untuk memenuhi kebutuhan
tersebut—di situlah terletak Suara Anda, panggilan jiwa Anda, arah
hidup yang akan memuaskan jiwa Anda.
Di dalam diri kita terdapat kerinduan yang mendalam, yang ada
sejak kita lahir, dan yang hampir tak terucapkan, untuk menemukan
panggilan jiwa atau makna kita yang unik dalam hidup ini. Ledakan
internet yang revolusioner dan eksponensial merupakan salah satu
perwujudan yang paling kuat dari kebenaran ini. Internet mungkin
merupakan simbol yang sempurna dari dunia baru, dari Ekonomi
Pekerja Pengetahuan/Informasi, dan dari perubahan dramatis yang
telah terjadi. Dalam buku mereka, Cluetrain Manifesto, yang terbit
pada tahun 1999, Locke, Levine, Searls dan Weinberger, menulis
sebagai berikut:
Kita semua menemukan suara kita lagi. Kita belajar bagai-
mana bicara satu sama lain. .. . Di dalam, di luar, sekarang se-
dang berlangsung percakapan yang sama sekali tidak terjadi lima
tahun yang lalu, dan sama sekali belum nyata sejak mulai Revolusi
Industri. Kini, mengitari planet bumi kita lewat internet dan
jaringan situs internet, percakapan itu begitu meluas, dan sede-
mikian multifaset, sehingga usaha untuk menemukan apa yang
bersifat mutlak sungguh sia-sia. Itu mengenai sejuta tahun ha-
rapan, ketakutan, dan kerinduan yang terkekang, yang terekam
dalam kode genetik kita, suatu penyingkapan kilas balik kolektif
dari spesies kita yang aneh dan membingungkan. Sesuatu yang
sudah ada sejak zaman purba, yang bersifat mendasar, suci, se-
suatu yang amat sangat lucu yang telah merebak di dalam ber-
bagai saluran dan kabel-kabel abad kedua puluh satu.
.. . ada berjuta-juta alur dalam percakapan ini, tetapi di ujung-
ujungnya ada makhluk yang disebut manusia.
Hasrat yang kuat untuk menjelajah jaringan internet itu mem-
perlihatkan suatu kerinduan yang begitu besar dan kuat, yang
hanya dapat dimengerti sebagai sesuatu yang bersifat spiritual;
suatu kerinduan yang menunjukkan bahwa ada sesuatu yang
hilang dalam hidup kita. Yang hilang adalah bunyi dari suara
panggilan jiwa manusia. Hasrat spiritual untuk memasuki ja-
ringan internet itu adalah janji kembalinya suara-suara tadi.
2
Daripada menggambarkan lebih jauh mengenai "suara" itu,
izinkan saya menyampaikan ilustrasi mengenainya dengan kisah nyata
seorang manusia. Ketika saya bertemu dengan Muhammad Yunus,
pendiri Grameen Bank—organisasi unik yang didirikan dengan satu
tujuan tunggal untuk menyalurkan kredit kecil bagi kaum miskin
di Bangladesh—saya bertanya kepadanya kapan dan bagaimana ia
mendapatkan visinya. Ia mengatakan bahwa pada awalnya ia sama
sekali tak memiliki visi. Visinya mengenai dunia tanpa kemiskinan
mulai bergerak dengan suatu kejadian di jalan-jalan di Bangladesh.
Ketika mewawancarai dia untuk artikel kolom saya* mengenai
kepemimpinan, dia menceritakan pengalamannya berikut ini:
Semua ini bermula dua puluh lima tahun yang lalu. Saya mengajar
ekonomi di salah satu universitas di Bangladesh. Negri itu tengah dilanda
kelaparan. Saya merasa ngeri sekali. Di situlah saya, mengajarkan teori
ekonomi yang muluk-muluk di ruang kelas dengan antusiasme seorang
doktoryang baru lulus dari Amerika Serikat.
Tetapi, begitu selesai mengajar,
saya keluar kelas dan langsung saja melihat kerangka hidup berkeliaran di
sekeliling saya, yaitu orang-orang yang sekarat, tinggal menunggu ajal.
Saya merasa bahwa apa pun yang telah saya pelajari, apa pun yang
saya ajarkan, hanya merupakan khayalan, yang tak punya arti bagi
kehidupan orang-orang itu. Karena itu, saya mulai mencoba mengetahui
bagaimana orang-orang yang tinggal di kampung sebelah kampus universi-
tas kami itu menjalankan kehidupan mereka. Saya ingin tahu apakah ada
sesuatu yang dapat saya lakukan sebagai sesama manusia, untuk menunda
atau menghentikan kematian, walaupun hanya menyangkut satu orang
saja. Saya meninggalkan pola pandang seekor burung, yang memungkinkan
kita untuk melihat segala-galanya jauh dart atas, dari langit. Saya mulai
mengenakan pandangan mata seekor cacing, yang berusaha mengetahui apa
saja yang terpapar persis di depan mata—mencium baunya, menyentuhnya,
dan melihat apakah ada sesuatu yang bisa saya lakukan.
Satu kejadian membelokkan saya ke arah yang serba baru. Saya bertemu
dengan seorang wanita yang membuat dingklik dari bambu. Setelah panjang
lebar bicara dengannya, saya menemukan bahwa sehari ibu itu hanya
menghasilkan dua sen dolar Amerika. Saya tak bisa percaya bahwa ada
seseorang yang dapat bekerja begitu keras, dan membuat dingklik bambu
dengan begitu indah, dan hanya mendapatkan penghasilan sebegitu kecil.
Dia menjelaskan bahwa karena tidak punya uang untuk membeli bambu,
dia harus meminjamnya dari seorang pedagang dan orang itu memaksakan
sebuah aturan bahwa ibu tadi harus menjual dingklik buatannya hanya
kepadanya, dengan harga yang ditentukan oleh pedagang tadi.
Itu menjelaskan kenapa ibu tadi hanya mendapat penghasilan dua sen
per hari. Dengan demikian, wanita itu sebenamya jelas menjadi pekerja
yang terikat oleh pedagang tersebut. Sebenamya berapa harga bambu itu?
Dia bilang, "Oh, sekitar dua puluh sen; atau dua puluh lima sen untuk
yang bagus sekali." Saya berpikir, Ada orang yang menderita hanya karena
tidak punya uang dua puluh sen, dan tak ada sesuatu yang bisa dilakukan ? "
Nurani saya gemuruh dengan suatu pergulatan apakah saya harus mem-
berinya dua puluh sen, tetapi kemudian saya sampai pada gagasan lain—
saya akan membuat daftar orang-orang yang memerlukan uang seperti itu.
Saya mengajak seorang mahasiswa saya dan kami keliling kampung selama
beberapa hari. Akhirnya kami memiliki daftar empat puluh dua orang
seperti wanita tadi. Ketika saya menjumlahkan total uang yang mereka
perlukan, saya mendapat kejutan yang paling besar dalam hidup saya:
jumlah total uang itu hanya dua puluh tujuh dolar! Pada saat itu saya
merasa malu terhadap diri sendiri, karena menjadi bagian dari suatu
masyarakat yang tidak bisa menyediakan uang sejumlah dua puluh tujuh
dolar, bagi empat puluh dua orang yang memiliki keahlian dan semangat
untuk kerja keras.
Untuk menghapus rasa malu itu, saya mengambil uang dari kantong
saya, dan memberikannya kepada mahasiswa saya tadi. Saya katakan,
"Ambillah uang ini dan berikan kepada keempat puluh dua orang yang
kita temui itu. Katakan kepada mereka bahwa uang ini adalah pinjaman,
dan mereka dapat membayarnya kembali kepadaku kapan saja mereka
bisa. Nab, sementara itu, mereka dapat menjual produk mereka kepada
siapapun yang akan memberi bayaran yang baik."
Setelah menerima uang itu mereka menjadi sungguh bersemangat. Melihat
itu, saya jadi berpikir, "Apa yang barus kulakukan sekarang?" Saya berpikir
mengenai cabang bank yang ada di kampus universitas kami, dan saya
menemui manajernya, serta menyarankan agar dia meminjamkan uang
kepada orang-orang yang telah kami temui di kampung tadi. Dia kaget,
seperti jatuh dari langitl Katanya, "Anda gila, apa? Itu tak mungkin.
Bagaimana mungkin kami meminjamkan uang kepada orang-orang miskin?
Mereka tidak layak untuk menerima kredit."
Saya membujuknya dan bilang, "Sekurang-kurangnya cobalah, siapa
tabu... toh uang yang bakal terlibat banya sedikit."
Katanya, "Tidak akan. Aturan kami tidak memungkinkan hal itu.
Mereka tidak dapat memberi jaminan, dan jumlah sekecil itu juga tidak
layak diberikan sebagai pinjaman."
Dia menyarankan kepada saya untuk menemui pejabat yang lebih tinggi,
di bierarki perbankan di Bangladesh.
Saya mengikuti sarannya dan menemui orang yang bertugas pada
perkreditan. Semua orang mengatakan bal yang sama kepada saya. Setelah
beberapa hari berkeliling mencari orang yang dapat diajak bicara, akhirnya
saya menawarkan diri sebagai penjamin. "Saya akan menjadi penjamin
Untuk bisa bersimaharaja lela, kejahatan hanya memerlukan
seorang yang baik, yang tidak melakukan apapun.
EDMUND BURKE
semua pinjaman itu. Akan saya tandatangani apa pun yang harus saya
tandatangani. Setelah mendapat uangnya, saya akan menyerahkannya ke-
pada orang-orang yang saya kehendaki."
Jadi, begitulah mulainya. Mereka terus-menerus mengingatkan saya
bahwa orang-orang miskin yang menerima uang itu tidak akan mengem-
balikannya. Saya katakan, Akan saya coba." Dan, herannya, mereka
mengembalikan setiap sen kepada saya. Saya jadi amat bersemangat, dan
kembali lagi kepada manajer bank tadi, "Lihat, mereka membayar pinjaman
mereka; jadi tak bakal ada masalah!"
Tetapi dia bilang, 'Ah, jangan mudah tertipu. Mereka sec ang membodobi
Anda. Coba saja, mereka pasti akan segera meminjam uang lebih besar,
dan tak akan pernah mengembalikannya kepada Anda"
Nab, saya pinjamkan uang lebih besar, dan pada saatnya mereka me-
ngembalikan pinjaman mereka. Saya ceritakan hal ini kepada manajer
tadi, tapi katanya, "Yah, barangkali Anda bisa melakukan hal ini di satu
desa, tapi kalau Anda melakukannya untuk dua desa, ini tidak akan
jalan."
Saya segera melakukannya untuk dua desa—dan ternyata jalan.
Begitulah, akbirnya seakan-akan terjadi pergulatan antara diri saya dengan
manajer bank tadi, juga sejawatnya di posisi struktural yang lebih tinggi.
Mereka terus mengatakan bahwa itu tak akan jalan untuk jumlah yang
lebih besar, misalnya lima desa. Karena itu, saya melakukannya untuk
lima desa, dan ternyata setiap orang mengembalikan pinjamannya. Orang-
orang bank tadi masih saja tidak mau menyerah. Mereka bilang, "Sepuluh
desa. Lima puluh desa. Seratus desa."
Jadilah semacam perlombaan di antara saya dan mereka. Setiap kali
saya datang kepada mereka, membawa hasil yang tentu tidak mereka
tolak, karena uang itu adalah uang mereka, tetapi tetap saja mereka tidak
menerima ide saya, karena mereka dididik dengan pemahaman bahwa
orang miskin tidak layak untuk mendapat pinjaman. Menurut mereka,
orang miskin tidak bisa diandalkan. Untungnya, saya tidak dididik seperti
itu, sehingga saya bisa mempercayai apa saja yang bisa saya lihat dan
temukan, ketika hal-hal menyatakan dirinya sendiri. Tetapi, pikiran dan
mata orang-orang bank tadi dibutakan oleh pengetahuan yang mereka
miliki.
Akhirnya muncul pikiran, kenapa saya harus berusaha membuat mereka
yakin? Saya sendiri amat percaya bahwa orang miskin dapat mengambil
uang pinjaman dan membayarnya kembali. Kenapa tidak mendirikan bank
sendiri? Gagasan ini membuat saya bersemangat, maka saya menulis pro-
posal dan menghadap pemerintah untuk mendapatkan izin untuk mendirikan
bank. Saya memerlukan waktu dua tahun untuk meyakinkan pemerintah.
Akhirnya, pada tanggal 2 Oktober 1983 kami menjadi sebuah bank—
bank resmi dan independen. Betapa bersemangatnya kami semua, ketika
kami memiliki bank kami sendiri, dan kami dapat melakukan ekspansi
sekehendak kami. Dan nyatanya kami terus berkembang.
Ketika kamu terilhami oleh suatu tujuan yang mulia, suatu proyek
yang luar biasa, pikiranmu akan menerjang berbagai pembatasnya.
Pikiranmu akan menembus keterbatasan; kesadaranmu akan meluas
ke segala arah, dan kamu menemukan dirimu berada di dunia yang
baru, yang luar biasa dan mengagumkan.
YOGA SUTRA DARI PATANJALI
Grameen Bank kini bekerja di lebih dari 46.000 desa di
Bangladesh, melalui 1.267 cabangnya, dengan lebih dari 12.000
anggota staf. Mereka telah meminjamkan lebih dari US$ 4,5 miliar,
dalam bentuk pinjaman yang berkisar antara dua belas sampai lima
belas dolar, dengan rata-ratanya di bawah $ 200. Setiap tahunnya
mereka meminjamkan setengah miliar dolar. Bahkan mereka
meminjamkan uang kepada para pengemis untuk membantu mereka
meninggalkan kebiasaan mengemis itu, dan mulai berjualan.
Pinjaman untuk perumahan besarnya tiga ratus dolar. Bagi kita
yang biasa berkecimpung di dunia bisnis, angka-angka itu mungkin
kecil, tetapi coba pikirkan dampaknya secara perorangan: Untuk
meminjamkan % 500 juta per tahun, diperlukan 3,7 juta orang, 96
persen di antaranya adalah para wanita, yang harus memutuskan
bahwa mereka dapat dan mau mengambil langkah untuk mengubah
hidup mereka, dan kehidupan keluarga mereka; 3,7 juta orang harus
memutuskan bahwa mereka mampu menciptakan perubahan; 3,7
juta orang bisa bertahan hidup, melewati malam-malam tanpa tidur,
untuk keesokan harinya menghadap petugas Grameen Bank,
mungkin dengan tubuh gemetaran, tetapi tetap menepati janji. Di
sana terjadi proses pemberdayaan, dan pada intinya terdapat para
wanita, yang bisa memilih untuk bekerja sendiri atau secara sinergis
membentuk kelompok yang mereka urus dengan aturan mereka
sendiri, untuk menjadi pengusaha bersemangat swasembada dan
mandiri, yang menghasilkan barang-barang dari rumah mereka, atau
lingkungan tetangga, atau dari halaman belakang rumah mereka,
agar dapat dikelola secara ekonomis dan sukses. Mereka menemukan
suara kemerdekaan mereka.
Karena telah mempelajari dan mewawancarai beberapa pemimpin
besar dunia, saya jadi tahu bahwa visi atau arah hidup panggilan
jiwa mereka biasanya berkembang pelan-pelan. Saya yakin bahwa
ada kekecualian. Mungkin saja bahwa beberapa orang tiba-tiba
mendapat visi, yang muncul secara spontan dari kesadaran mereka.
Tapi, secara umum dapat dikatakan bahwa visi itu datang ketika
orang merasakan adanya kebutuhan, lalu nurani mereka mendorong
mereka untuk menanggapi kebutuhan tersebut, dan mereka menuruti
bisikan nurani mereka itu. Dan ketika mereka berusaha memenuhi
kebutuhan itu, mereka melihat kebutuhan baru, lalu memenuhinya,
lalu melihat yang lain lagi, lalu memenuhinya lagi, dan seterusnya.
Sedikit demi sedikit, mereka mulai melakukan generalisasi terhadap
pemahaman mereka akan kebutuhan tersebut, dan mulai memikirkan
cara untuk melembagakan upaya mereka, sehingga upaya itu bisa
berlanjut.
Muhammad Yunus merupakan contoh orang yang persis berbuat
seperti itu. Dia merasakan adanya kebutuhan orang-orang di
sekitarnya, lalu menanggapi bisikan nuraninya dengan memanfaatkan
bakat dan gairah hidupnya untuk menjawab kebutuhan tersebut,
pertama-tama secara pribadi, kemudian dalam rangka membangun
kepercayaan dan mencari solusi kreatif terhadap permasalahan yang
muncul, dia akhirnya melembagakan kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan masyarakat tersebut , melalui suatu organisasi. Dia
menemukan panggilan hidupnya dalam upayanya mengilhami
orang untuk menemukan suara kebebasan jiwa mereka. Kredit
kecilnya kini meluas seantero dunia.
Hanya sedikit di antara kita yang bisa melakukan hal-hal besar,
tetapi semua orang di antara kita dapat melakukan hal-hal kecil
dengan cinta yang besar.
BUNDA TERESA
DERITANYA—MASALAHNYA—SOLUSINYA
Saya mulai buku ini dengan menggambarkan derita di tempat kerja.
Derita seperti itu dirasakan oleh orang di semua tingkatan, di setiap
jenis organisasi. Hal yang sama dirasakan juga dalam keluarga, di
komunitas, dan di masyarakat pada umumnya.
Tujuan buku ini adalah memberi Anda peta perjalanan yang
akan membawa Anda keluar dari derita dan frustrasi seperti itu,
menuju pemenuhan din, suatu perasaan bahwa keberadaan diri Anda
punya relevansi (artinya keberadaan Anda dibutuhkan), perasaan
bermakna, dan Anda bisa memberikan sumbangan Anda dalam
konteks baru zaman kita ini—tidak hanya di tempat kerja dan
organisasi, tetapi juga dalam keseluruhan konteks kehidupan Anda.
Pendeknya, peta itu akan membimbing Anda menemukan panggilan
jiwa Anda. Kalau Anda memilih demikian, peta itu juga akan
membimbing Anda untuk memperluas pengaruh Anda, apa pun
posisi Anda—mengilhami orang-orang yang Anda cintai, tim dan
organisasi Anda, untuk menemukan suara kebebasan jiwa mereka
dan melipatgandakan efektivitas, pertumbuhan, dan dampak mereka.
Anda akan menemukan bahwa pengaruh dan kepemimpinan seperti
itu muncul karena pilihan kita, dan bukan karena posisi atau ke-
dudukan struktural kita.
Cara yang terbaik, dan sering kali satu-satunya, untuk mengatasi
derita sampai menemukan solusi yang mantap adalah pertama-tama
memahami masalah mendasar yang menyebabkan derita tersebut.
Dalam hal ini, sebagian besar dari masalah terletak pada perilaku
yang bermula dari paradigma atau pandangan yang tidak utuh,
tidak komplet atau malah amat cacat, mengenai kodrat manusia—
sesuatu yang meremehkan kebermaknaan kita, dan mengekang bakat
maupun potensi kita.
Solusi terhadap masalahnya sama seperti terobosan besar dalam
sejarah manusia—dia muncul ketika kita berani meninggalkan cara
pikir yang lama. Janji buku ini ialah bahwa apabila Anda cukup
sabar dan mau bersusah payah memahami akar masalah, dan ke-
mudian mulai menjalani kehidupan dengan berpegang pada prinsip-
prinsip yang universal dan abadi, yang terdapat dalam solusi yang
digariskan dalam buku ini, pengaruh Anda akan secara mantap
berkembang, dari dalam ke luar. Anda akan menemukan panggilan
jiwa Anda, dan akan dapat mengilhami tim dan organisasi Anda
untuk menemukan panggilan dan suara kebebasan mereka, dalam
dunia yang telah berubah secara dramatis ini.
Bab 1 telah dengan singkat menyentuh realitas yang menyakitkan
itu.
Bab 2 mengidentifikasi masalah intinya. Pemahaman terhadap
masalah yang telah berurat akar ini akan cukup menerangi berbagai
tantangan yang kita hadapi secara pribadi, di dalam keluarga dan
dalam hubungan-hubungan kerja, serta dalam berbagai organisasi,
di mana kita melewatkan banyak waktu hidup kita. Hal ini tentu
saja akan menuntut kerja mental—ya, sekurang-kurangnya sebuah
kerja pikiran untuk memahami tulisan sepanjang sekian belas
halaman dalam bab 2 itu.
Tetapi, investasi yang Anda lakukan
dalam upaya Anda untuk menyelami sisi manusiawi dari apa yang
telah terjadi di dalam berbagai organisasi sepanjang abad yang baru
lewat akan menyajikan kepada Anda paradigma kunci bagi seluruh
sisa buku ini, dan akan mulai memberi Anda kebijaksanaan, arahan,
dan kekuatan dalam menghadapi banyak tantangan dan kesempatan
pribadi maupun relasi-relasi yang amat luas, yang akan Anda hadapi.
Jadi, bacalah bab 2 itu dan selamilah, karena kerja Anda tidak akan
sia-sia.
Bab 3 menyajikan ikhtisar solusi Kebiasaan ke-8, yang akan
disingkapkan dengan lebih jelas dan terperinci dalam seluruh sisa
buku. Di situ juga akan Anda temukan penjelasan singkat mengenai
bagaimana cara memperoleh manfaat sebesar-besarnya dari buku
ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar